Pernikahan
A. Pengertian Pernikahan
Sebagai salah satu
ibadah yang mulia kedudukannya, menikah berikut prosesi yang mendahului ataupun
setelahnya juga memiliki rambu-rambu yang telah digariskan syariat. Nikah
sebagai kata serapan dari bahasa Arab bila ditinjau dari sisi bahasa maknanya
menghimpun atau mengumpulkan. Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara yaitu
akad dan jima’ (“hubungan” suami istri). Adapun pengertian nikah secara syar’i
adalah seorang pria mengadakan akad dengan seorang wanita dengan tujuan agar ia
dapat istimta’ (bernikmat-nikmat) dengan si wanita, dapat beroleh keturunan,
dan tujuan lain yang merupakan maslahat nikah.
Akad nikah
merupakan mitsaq (perjanjian) di antara sepasang suami istri. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Artinya : Dan mereka (para istri) telah mengambil dari kalian (para
suami) perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`:
21) [1]
Akad ini mengharuskan masing-masing dari
suami dan istri memenuhi apa yang dikandung dalam perjanjian tersebut, karena
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah aqad-aqad itu[388].
(Al-Maidah :1)
[388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji
prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam
pergaulan sesamanya.
B. Rukun
Nikah
1. Wali
Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu
`Alaihi Wasallam:
ايُّمَا امْرَأةِ نُكِحَتْ بِغَيْرِ اذِنِ وَلِيْهَا، فَنِِكَحُهَا بَاطِلٌ. بَاطِلٌ
Artinya : “ Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka
nikahnya batal… batal.. batal.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah)
2. Saksi
Rasulullah sallallahu `Alaihi Wasallam
bersabda:
لاَ نِِكَاحَ الاَّ بِوَلِي وَ شَاهِدَيْ عَدْلِ
Artinya : “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang
adil.”(HR Al-Baihaqi dan Ad-Daaruquthni. Asy-Syaukani dalam Nailul Athaar
berkata : “Hadist di kuatkandengan hadits-hadits lain.”)
3. Akad
nikah
Syeikh Abu Bakar
Jabir Al-Jazaairi berkata dalam kitabnya Minhaajul Muslim. “Ucapan
ketika akad nikah seperti: Mempelai lelaki : “Nikahkanlah aku dengan putrimu
yang bernama Fulaanah.” Wali wanita : “Aku nikahkan kamu dengan putriku yang
bernama Fulaanah.” Mempelai lelaki : “Aku terima nikah putrimu.”
4. Mahar (maskawin)
Rasulullah
Sallallahu `Alaihi wasallam bersabda kepada seorang yang pemuda yang hendak
menikah : “Carilah mahar, walaupun hanya sebentuk cincin dari besi.”(HR
Al-Bukharari dan Muslim)
C. Proses
Syar`i sebuah Pernikahan
1. Kenalan
Islam telah
memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan
yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan
perinciannya:
Sebelum seorang
lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal
terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si
wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses
kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham
agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka
penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram
hukumnya tanpa kita saksikan.[2]
Adapun mengenali
calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya,
asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang
memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak
ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang
mengenali si lelaki/si wanita.
Artinya: Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki
ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf,
tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh
macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan
3/163-164)
2. Nadzhar
( melihat calon pasangan hidup )
ketika seorang
sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menasihatinya:
انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا، يَعْنِي
الصِّغَرَ
:artinya “Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata
orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka
kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Bila sekiranya tidak memungkinkan baginya
melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus seorang wanita yang
tepercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang untuk kemudian
disampaikan kepadanya.
3. Khitbah
( peminangan )
Seorang lelaki yang
telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang
wanita tersebut kepada walinya. Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang
hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan
itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ
يَتْرُكَ
“:aArtiny
Tidak boleh
seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya
itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR.
Al-Bukhari no. 5144)
Yang perlu diperhatikan oleh wali. Ketika
wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia
hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan
perkara berikut ini:
Memilihkan suami
yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan
si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia
menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
فَسَادٌ عَرِيْضٌ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ
وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَ
“ArtinyaApabila datang kepada kalian (para wali) seseorang
yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka
hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian
tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang
besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al- Imam Al-Albani rahimahullahu
dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)
Meminta pendapat putrinya/wanita yang di
bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
Persetujuan seorang gadis adalah dengan
diamnya karena biasanya ia malu
4. Akad
nikah
Akad nikah adalah
perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan
dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan
qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan
dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu
dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.” Qabul adalah penerimaan dari
pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang
bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”[3]
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan
kewajiban yang harus dipenuhi:
a.
Adanya suka sama suka dari kedua calon
mempelai.
b.
Adanya Ijab Qabul.
c.
Adanya Mahar.
d.
Adanya Wali.
e.
Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah
diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul
Hajat..
5. Walimah
Walimatul 'urusy
hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya
diundang orang-orang miskin. Apalagi jika kita dapat undangan tersebut seperti
sabda rasul
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda:
"Sejahat-jahatnya makanan ialah makanan walimah, ia ditolak orang yang
datang kepadanya dan mengundang orang yang tidak diundang. Maka barangsiapa
tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada Allah dan
Rasul-Nya." Riwayat Muslim.
Sebagai
catatan Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang
yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau
yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang,
maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Artinya:“Sejelek-jelek
makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut
hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR.
Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
D. Hukum
Menikah
Adapun hukum
menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu :
1.
Haram meninggalkannya dengan alas an
pendekatan diri kepada Allah (ibadah), karena pernikahan adalah sunnah
rasulullah SAW
2.
Wajib atas orang yang khawatirjatuh dalam
perzinaan bila ia tidak menikah.
3.
Istihbaab ditekankan dengan sangat atas orang
yang mampu dan mampu menjaga diri dari yang haram.
4.
Makruh atas orang yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan biologis dengan sebab apa saja seperti kelemahan, ketuaan dan sakit atau
tidak mampu memenuhi kebutuhan materi.
5.
Mubah bagi yang selainnya sebagaimana
perkara-perkara mubah lainnya
E. Tujuan
Nikah
Orang yang menikah
sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata,
sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah
karena tujuan-tujuan berikut ini:
1.
Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam dalam sabdanya:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ...
“ArtinyaWahai sekalian para pemuda! Siapa di antara
kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”
2.
Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Menikahlah kalian dengan wanita yang
penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti) aku membanggakan
banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”
3.
Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya,
menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا
يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ
“ArtinyaKatakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki
yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan
memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan
mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)
F. Hikmah
Pernikahan
1.
Untuk menjaga keninambungan generasi manusia.
2.
Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan
kebutuhan biologis secara syar'i.
3.
Kerja sama suami-istri dalam mendidik dan
merawat anak.
4.
Mengatur rumah tangga dalam kerjasama yang
produktif dengan memperhatikan hak dan kewajiban.
Kesimpulan
Sebagai salah satu
ibadah yang mulia kedudukannya, menikah berikut prosesi yang mendahului ataupun
setelahnya juga memiliki rambu-rambu yang telah digariskan syariat. Sebelum
seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus
mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula
sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya
proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak
paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka
penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram
hukumnya tanpa kita saksikan.
Daftar pustaka
Al – Qur’anul karim, al-maidah ayat 1,
Abu bakr jabir al-jazarin, Ensikiopedi muslim minhajul muslim,
darul falah
Sarwat, ahmad, fikih nikah, 2009, kampus syari’ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar