Daftar
isi
Daftar
isi.................................................................................................................................. 1
Pembahasan
A. Pengertian
sastra populer..................................................................................... 2
B. Fungsi
– fungsi sastra populer.............................................................................. 3
1. Fungsi-Fungsi Komunikasi Bahasa.................................................................. 4
a. Fungsi
konatif ........................................................................................... 5
b. Fungsi fatik................................................................................................ 7
c. Fungsi
referential, Fungsi puitik, Fungsi meta bahasa, Fungsi ekspresif... 8
Kesimpulan............................................................................................................................. 9
Daftar pustaka........................................................................................................................ 10
SASTRA POPULER
A. PENGERTIAN
SASTRA POPULER
Sastra populer adalah sastra yang
populer pada masanya dan banyak pembacanya, khususnya pembaca di kalangan
remaja. Sastra populer tidak menampilkan permasalahn hidup secara intens. Sebab
jika demikian, sastra populer akan menjai berat dan berubah menjadi sastra
serius ( Nurgianto, 1981: 18 ). Sastra serius adalah sastra yang main-main (
kayam, 1981: 87 ) Selanjutnya ia mengatakan bahwa kebalikan dari sastra populer
adalah sastra yang “sastra” yang tidak main-main. Pendefinisian bahwa sastra
adalah sastra sungguh tidak mencerdaskan. Karena itu bukan definisi, hanya
bentuk repetisi penegasan, yang celakanya justru malah mengaburkan,
dibandingkan dengan fungsi definisi itu sendiri yaitu untuk menjelaskan secara
terperinci. Jadi, dari pada kita memilih-milih dengan parameter yang tidak
jelas, lebih baik kita menyepakati bahwa sastra serius dan sastra populer tak
pernah ada. Dalam dunia
karya sastra “Sastra Populer” dan “sastra serius” selalu menjadi bahan
perbincangan yang ujung-ujungnya mentasbihkan bahwa “sastra serius”
Secara estetika dan nilai mempunyai maqam lebih tinggi
dibanding dengan “sastra populer.” Dalam lajur dunia karya sastra susah
ditemukan, atau bahkan tidak ada satuan karya yang 100 persen memperlihatkan
orisinalitasnya. Selalu saja ada persamaannya dengan karya-karya sebelumnya.
Banyak aspek yang dapat digunakan untuk menilai orisinalitas karya sastra.
Pertama dilihat dari salah satu unsurnya yang membangun karya sastra yangbersangkutan;
tema, latar, tokoh, alur (jika novel); bait, larik, diksi, atau majas (jika
puisi) atau tokoh, tema, latar, alur, bentuk dialog atau petunjuk pemanggungan
(jika drama). Kedua, dilihat dari cara penyajiannya; bagaimana pengarang
menyampaikan kisahnya (nove), citranya (puisi) atau dialog petunjuk
pemanggungan (drama).
Kriteria
kompleksitas (kerumitan) berkaitan dengan beban yang disandang setiap unsur.
Mengingat karya sastra tidak terlepas dari pesan/tema yang diusungnya, maka
tidak jarang pula muncul tuntutan untuk melakukan penyelesaian atas tema
bersangkutan. Dengan demikian, cara penyelesaiannya tidaklah gampang, tidak
pula artifisial, dan muncul tidak sebatas yang tampak dipermukaan, jika
penyelesaiannya dilaksanakan secara gampang, ia akan masuk kedalam apa yang
disebut sebagai sastra populer. Diawal kemunculannya, para penulis muda
dianggap sebabgai aktor-aktor yang akan merusak bahasa sekaligus budaya bangsa
Indonesia. Kenalkan kita dengan idiom “gitu lho …”, “sumpeh lho ? , atau “ so
what , gitu lhoh ?!”?. idiom ini seperti goyangan tubuh, terus mengikuti sampai
manapun kita berjalan. Para penulis tersebut mendapat kritik tajam dari para
ahli bahasa, apalagi kalau bukan masalah bahasa dan isi.
Mereka
diangggap sebagai aktor-aktor yang akan merusak bahasa sekaligus budaya bangsa
itu sendiri. Seperti “bacaaan liar,” sastra populer ditandai pula oleh
penggunaan ragam bahasa tertentu yang dianggap tak standar, yang “menyimpang”
dari kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Karena ragam bahasa yang diguanakannya
itulah, sastra populer dianggap sebagai sastra yang tidak bermutu dan tidak
bermasa depan, sedangkan sastra serius sebaliknya.
Menurut ario
bimo kesalahan yang sering ditemui adalah mengenai kecermatn membedakan antara
bahasa lisan dengan bahasa tulis. Pengarang bahasa populer kadang kala kurang
memahami seperti penempatan titik dan koma kalimat. Menurutnya pengabaian
terhadap tata bahasa, malah akn menghilangkan unsur-unsur penting dalam novel,
tokoh, alur, tema, peneceritaan dan latar. Supaya kita mengerti betul engan
pentistilahan sastra populer dengan sastra serius, ada baiknya jika kita
mengutip beberapa pendapat. Menurut Umar Kayam (1981:82) sebutan novel populer
atau novel pop. Mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila dan Cintaku di
Kampus Biru pada tahun 70-an.
Sesudah itu
novel hiburan tidak peduli mutunya, disebut juga novel pop. Kata pop erat
diasosiasikan dengan kata populer, mungkin karena novel-novel itu sengaja
ditulis untuk “selera populer” yang kemudian dikenal sebagai bacaan populer.
Dan jadilah istilah “pop” itu sebagai istilah baru dalam dunia sastra. Sebagai
kebalikan sastra populer itu adalah sastra yang “sastra”. “Sastra serius”,
literature. Sastra serius, walau dapat juga berupa inovatif dan eksperimental,
tak akan dapat menjelajah sesuatu yang mirip dengan “main-main” (Kayam. 1981:
85-87). Jika sebuah novel apapun pengkategoriannya, jika tidak digarap dengan
optimal par pembaca akan enggan untuk membelinya. Ini membuktikan bahwa novel
populer pun mempunyai mutu baik nilai maupun estetika.
B.
FUNGSI - FUNGSI SASTRA POPULER
1. Fungsi-Fungsi
Komunikasi Bahasa
Di dalam sastra populer mengandung beberapa
unsur serta fungsinya. Jakobson (1972) mengatakan ada enam faktor yang terlibat
dalam komunikasi kebahasaan, yaitu :
a.
Faktor pesan (message)
Yang lebih baik disebut faktor pesan/wahana
b.
Faktor penerima pesan/wahana
c.
Faktor pengiriman pesan/wahana
d.
Faktor konteks terjadiny pengiriman dan
penerimaan pesan / wahana
e.
Faktor kontak antara pengirim dan penerima
f.
Faktor kode
Yang digunakan untuk memproduksi pesa / wahana. Faktor
pesan atau wahana adalah rangkaian bunyi atau huruf yang mengangkut pesan atau
informasi yang ingin disampaikan. Faktor pengirim adalah subjek yang
memproduksi da mengirimakan pesan atau informasi itu dengan perantara
wahana yang berupa rangkaian huruf atau bunyi. Faktor penerima adalah subjek
yang menjadi tujuan atau alamat dari pesan atau wahana. Faktor konteks adalah
segala sesuat yang ada di luar pengirim dan penerima serta di luar pesan atau
wahana yang diacu oleh pesan atau wahana tersebut. Faktor kontak adalah saluran
fisik atau hubungan psikologis yang memungkinkan terbangun atau terpeliharanya
komunikasi antara pengirim dan penerima. Faktor kode adalah tata aturan atau
tata bahasa yang relatif sama, dapat digunakan oleh pengirim dan penerima
sehingga komunikasi antara kebudayaan dapat berjalan dan tidak menimbulkan
salah paham.
Sesuai dengan faktor di atas, komunikasi
bahasa mempunyai 6 (enam) fungsi, yaitu :
1.
Fungsi konatif
2.
Fungsi fatik
3.
Fungsi referential
4.
Fungsi puitik
5.
Fungsi meta bahasa
6.
Fungsi ekspresif
Fungsi ekspresif ditemukan dalam komunikasi
bahasa yang memusatkan perhatian pada pengirim dengan tujuan
mengungkapkan sikap, perasaan, pikiran dari pengirim terhadap apa yang
dikatakannya. Fungsi konatif merupakan komunikasi bahasa yang diarahkan pada
penerima. Fungsi ini terutama ditemukan dalam kata-kata atau kalimat atau
ungkapannya yang bersifat vokatif (panggilan) dan imperative (perintah) karena
tujua dari bentuk-bentuk bahasa itu adalah untuk mempengaruhi penerima. Fungsi
meta bahasa berkaitan dengan tata bahasa, kesamaan kode yang digunakan oleh
pengirim dan penerima sewaktu berkomunikasi. Semua komunikasi menggunakan tata
bahasa atau aturan yang relatif sama atar pihak yang berkomunikasi. Fungsi
bahasa referential ditemukan dalam aktivitas dan hasil aktivitas bahasa yang
memberikan tekanan pada objek-objek yang diacu oleh pesan atau wahan yang
digunakan.
a. Fungsi Konatif
Bila kita mendengarkan juru kampanyenya dari
suatu partai tertentu dalam masa pemilu tertentu, apakah kira-kira tujuannya?
Tentu saja tujuannya adalah agar para pendengar memalukan sesuatu
untuknya, mencoblos tanda gambar tertentu pada saat hari pemilihan. Nah,
wancana yang menjalankan fungsi demikian dapat disebut wancana dengan fungsi
konatif konatif.
Ada beberapa cara yang digunakan seseorang atau pengirim
pesan / wancana agar apa yang dikirimkannya itu mendapat perhatian,
membangkitkan usaha pemahaman, menimbulkan sikap atau tindakan dari penerima.
Berikut ini adalah cara tersebut :
a.
Pengirim harus dapat dipercaya.
b.
Pesan/ wancana yang digunakan tesusun
sedemikian rupa sehingga dapat membuat penerima terperangah untuk
memperhatikannya.
c.
Segala yang disampaikan itu memang dapat
dibuktikan oleh orang banyak, dapat dengan mudah ditemukannya buktinya dalam
kehidupan sehari-hari, dapat dialami dan bahkan mungkin sudah dialami dan
dirasakan oleh banyak orang, termasuk penerima.
Sastra populer tidak hanya mengandung fungsi
fatik, melainkan juga fungsi konatif. Penempatan data pribadi dan daftar
prestasi pengarang karya sastra populer di sampul bagian belakang karyanya,
misalnya merupakan contoh untuk membuat penerima percaya. Informasi berupa foto
Hilman yang tampak muda dan ganteng itu merupakan contoh dari usaha penanaman
kepercayaan melalui membangun kesan keakraban pengirim dengan penerimanya yang
juga muda dan (berharap dan mengidolakan pemuda) ganteng.
Informasi mengenai prestasi Hilman merupakan
contoh dari identitas dirinya baai seorang pengarang yang memang amat ahli,
amat berpengetahuan, amat terampil dalam bidangnya, yakni karang-mengarang
sastra populer. Hampir semua pengarang memuat informasi tentang prestasinya
ini, misalnya dalam bentuk informasi tentang jumlah karya yang sudah
dihasilkannya, hadiah yang diperoleh media besar yang sudah memuatnya, jumlah
ekslempar dari seluruh buku yang beredar di pasaran. Pengulangan adegan-adegan
yang mempunyai bentuk dan makna kurang lebih sama. Untuk membuat pembaca
bersikap antipasti terhadap kebiasaan, cara hidup, dan pandangan hidup
tertentu, pengarangan akan cenderung mengulang-ulang adegan atau peristiwa yang
menunjukkan hal itu.
Terkait erat dengan sifat imajinatif karya
sastra termasuk sastra populer, sebenarnya menyampaikan suatu pandngan mengenai
kehidupan, dapat mengatakan secara konseptual saja, dengan cara memberikan
pengertian-pengertian. Akan tetapi di dalam karya sastra, termasuk sastra
populer, pengertian-pengertian saja tidak cukup. Pengertian itu harus
dibuktikan agar memperoleh perhatian. Inilah operasi analisasi dari apa yang
dinamakan sebagai konatif itu.
b. Fungsi Fatik
Sastra populer harus membangun rasa keakraban
dalam diri pembacanya, harus menempatkan pengarang, penyair, pengirim dan
bahkan pesan atau wahana karya, sebagai bagian kehidupan keseharian para
pembaca itu. Dalam karya sastra populer sendiri, fungsi fatik yang demikian
sebenarnya tentang cirri sudut pandang dan gaya bahasa sastra populer.
Fungsi Fatik :
a.
Narrator mewakili pengirim tidak berpura-pura
bahwa cerita ada dengan sendirinya, melainkan menghadirkan pula dirinya sebagai
pencerita. Dengan demikian, ia hadir di hadapan pembaca, mengajak pembaca
bicara.
b.
Narrator menertawakan dirinya sendiri
seolah-olah malu pada pembacanya. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pembaca hadir
dekat narrator, ikut member reaksi terhadap cerita dan cara bercerita narrator
itu.
·
Dari segi gaya bahasanya, fungsi fatik itu
memperlihatkan diri dalam dua bentuk :
a. Dalam bentuk
bahasa sehari-hari yang penuh dengan ungkapan dan idiom yang biasa digunakan di
kalangan lingkungan yang diidolakan oleh pembaca itu.
b. Terjadi pencampuran, kesamaan, antara gaya
bahasa yang digunakan oleh narrator untuk menceritakan tokoh-tokoh ceritanya
beserta berbagai tempat dan peristiwa tempat tokoh-tokoh itu hidup dengan gaya
bahasa tokoh-tokoh itu sendiri.
Dari segi plot cerita, juga kuatnya fungs
fatik tersebut, sastra populer sering kali melantur, tidak terfokus pada satu
masalah tertentu, melainkan dapat berkembang jauh ke masalah yang ada di luar
masalah utama. Dalam sastra populer apa yang diceritakan, persoalan apa yang
dibahas, kesimpulan apa yang dapt ditarik secara ketat, tidaklah begitu
penting. Yang penting adalah ngobrolnya, percakapannya. Selain melalui sudut
pandang, gaya bahasa, dan alur, fungsi tatik ini dapat pula dilihat dari
nsur-unsur sastra populer yang lain seperti unsure tokoh, unsure latar dan
unsure masalah dan tema. Tokoh-tokoh dalam sastra populer selalu merupakan
tokoh-tokoh yang sama, mewakili dekat dan terkait langsung dengan lingkungan
pembacanya.
c.
Fungsi referensial,Puitik,Meta
bahasa,dan Ekspresif
Keterikatan pertama dari
karya sastra populer dengan kenyataan luar itu terlihat dari penggunaan
bahasanya.Bahasa kaya sastra bukanlah bahasa yang sepenuhnya hasil ciptaan
pengarang sendiri,bahasa itu sebagian besar adalah bahasa yang digunakan oleh
masyarakat pada umunya. Dalam kasus karya sastra populer,kecenderungan
referensial serupa itu tampak lebih menyolok daripada sastra non populer,sesuai
dengan usahanya mendekati kehidupan.
Berbeda dari sastra non
populer yang kadang-kadang menampilkan kehidupan dunia yang ‘aneh’,sastra
populer selalu bercerita tentang kehidupan yang banyak persamaanya dengan
kehidupan nyata. Namun sastra populer dan non populer,itu sendiri cenderung
tidak menginginkantimbulnya kesan bahwa dunia yang digambarkan di dalam cerita
seperti di dalam cerita Olga dan TV swasta,dinyatakan secara eksplisit bahwa
apa yang tergambar dalam novel itu hanya khayalan. Dihadapkan dengan kenyataan
itu dalam sastra populer yang menjadi penting tidak selalu fungsi
referensial,melainkan fungsi penataan bahan-bahan yang mengcu pada kenyataan
itu.
Soal yang menyangkut
komposisi atau penataan ini dapat dimasukan ke dalam fungsi puitik ini adalah
kecenderungan wacana sastra untukmenarik perhatian pembaca khusus pada daktor
pesan.Karena menyangkut penampakan penataan dan pengorganisasian bahan-bahan
yang bersifat referensial pertanyaan utama dari fungsi puitik sastra populer
ini menyangkut kesatuan wacana.Seperti novel Olga dan TV swasta yang
bermain-main diantara kode-kode tersebut (plesetan).Plesetan merupakan salah
satu jenis asas estetika terpenting dari sastra populer,terutama termasuk dalam
jenis sastra populer untuk remaja.
Tentu saja sastra
populer tidak hanyta terdiri dari sastra remaja.Disamping itu banyak jenis
sastra populer yang lain dengan fungsi puitiknya sendiri-sendiri,ada sastra
populer untuk wanita dewasa,pria dewasa,ada juga yang bersifat
petualangan,detektif,spionase,horror,dll. Semua itu mempunyai fungsi puitiknya
sendir-sendiri yang akan dibicarakan secara lebih terperinci dalam modul berikutnya,meskipun
demikian,semuanya nasih tergolong bersifat umum.
KESIMPULAN
Sastra
populer memiliki fungsi sebagai sistem kominikasi bahasa karena dalam sastra
bertujuan untuk mengkomunikasikan idea atau gagasan dari seorang penulis. Funsi
kanotif yaitu penetapan data pengarang agar para pembaca yakin dengan pristasi
pengarang dan tidak meragukan hasil dari karyanya Fungsi fatik dalam sastra
populer terlihat dari sudut pandang, gaya bahasa, alur ataupun ansur tokoh,
untur latar, unsur masalah dan tema. Fungsi fatik dalam sastra populer
berfungsi untuk membangun interaksi dan kebersamaan antara si penulis dan
pembaca, sehingga karya sastra tersebut seolah-olah menyatu dengan pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, Herman J, 2011. Teori dan Sastra
popular. Jakarta : Erlangga
Yudiono K.S. 2007. pengantar sejarah Sastra Indonesia. yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar