Senin, 17 Juni 2013

Pernikahan ( Fiqih )

Pernikahan
A.     Pengertian Pernikahan
Sebagai salah satu ibadah yang mulia kedudukannya, menikah berikut prosesi yang mendahului ataupun setelahnya juga memiliki rambu-rambu yang telah digariskan syariat. Nikah sebagai kata serapan dari bahasa Arab bila ditinjau dari sisi bahasa maknanya menghimpun atau mengumpulkan. Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara yaitu akad dan jima’ (“hubungan” suami istri). Adapun pengertian nikah secara syar’i adalah seorang pria mengadakan akad dengan seorang wanita dengan tujuan agar ia dapat istimta’ (bernikmat-nikmat) dengan si wanita, dapat beroleh keturunan, dan tujuan lain yang merupakan maslahat nikah.
Akad nikah merupakan mitsaq (perjanjian) di antara sepasang suami istri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Artinya : Dan mereka (para istri) telah mengambil dari kalian (para suami) perjanjian yang  kuat.” (An-Nisa`: 21) [1]

Akad ini mengharuskan masing-masing dari suami dan istri memenuhi apa yang dikandung dalam perjanjian tersebut, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388].
(Al-Maidah :1)
[388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
B.     Rukun Nikah
1.      Wali
Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wasallam:
ايُّمَا امْرَأةِ نُكِحَتْ بِغَيْرِ اذِنِ وَلِيْهَا، فَنِِكَحُهَا بَاطِلٌ. بَاطِلٌ
Artinya : “ Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal… batal.. batal.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah)
2.      Saksi
Rasulullah sallallahu `Alaihi Wasallam bersabda:
لاَ نِِكَاحَ الاَّ بِوَلِي وَ شَاهِدَيْ عَدْلِ
Artinya : “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”(HR Al-Baihaqi dan Ad-Daaruquthni. Asy-Syaukani dalam Nailul Athaar berkata : “Hadist di kuatkandengan hadits-hadits lain.”)
3.      Akad nikah
Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi berkata dalam kitabnya Minhaajul Muslim. “Ucapan ketika akad nikah seperti: Mempelai lelaki : “Nikahkanlah aku dengan putrimu yang bernama Fulaanah.” Wali wanita : “Aku nikahkan kamu dengan putriku yang bernama Fulaanah.” Mempelai lelaki : “Aku terima nikah putrimu.”
4.      Mahar (maskawin)
Rasulullah Sallallahu `Alaihi wasallam bersabda kepada seorang yang pemuda yang hendak menikah : “Carilah mahar, walaupun hanya sebentuk cincin dari besi.”(HR Al-Bukharari dan Muslim)



C.     Proses Syar`i sebuah Pernikahan
1.      Kenalan
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:
Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita saksikan.[2]
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Artinya: Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)

2.      Nadzhar ( melihat calon pasangan hidup )
ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menasihatinya:
انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا، يَعْنِي الصِّغَرَ
:artinya “Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Bila sekiranya tidak memungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus seorang wanita yang tepercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang untuk kemudian disampaikan kepadanya.
3.      Khitbah ( peminangan )
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya. Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
“:aArtiny Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Yang perlu diperhatikan oleh wali. Ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:
Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
فَسَادٌ عَرِيْضٌ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَ
“ArtinyaApabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al- Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu
4.      Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.” Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”[3]
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a.       Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b.      Adanya Ijab Qabul.
c.       Adanya Mahar.
d.      Adanya Wali.
e.       Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat..




5.      Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Apalagi jika kita dapat undangan tersebut seperti sabda rasul
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda: "Sejahat-jahatnya makanan ialah makanan walimah, ia ditolak orang yang datang kepadanya dan mengundang orang yang tidak diundang. Maka barangsiapa tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." Riwayat Muslim.
Sebagai catatan Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Artinya:“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)

D.    Hukum Menikah
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu :
1.      Haram meninggalkannya dengan alas an pendekatan diri kepada Allah (ibadah), karena pernikahan adalah sunnah rasulullah SAW
2.      Wajib atas orang yang khawatirjatuh dalam perzinaan bila ia tidak menikah.
3.      Istihbaab ditekankan dengan sangat atas orang yang mampu dan mampu menjaga diri dari yang haram.
4.      Makruh atas orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis dengan sebab apa saja seperti kelemahan, ketuaan dan sakit atau tidak mampu memenuhi kebutuhan materi.
5.      Mubah bagi yang selainnya sebagaimana perkara-perkara mubah lainnya
E.     Tujuan Nikah
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini:
1.      Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ...
“ArtinyaWahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”
2.      Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”
3.      Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“ArtinyaKatakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)


F.      Hikmah Pernikahan

1.      Untuk menjaga keninambungan generasi manusia.
2.      Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis secara syar'i.
3.      Kerja sama suami-istri dalam mendidik dan merawat anak.
4.      Mengatur rumah tangga dalam kerjasama yang produktif dengan memperhatikan hak dan kewajiban.
















Kesimpulan
Sebagai salah satu ibadah yang mulia kedudukannya, menikah berikut prosesi yang mendahului ataupun setelahnya juga memiliki rambu-rambu yang telah digariskan syariat. Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita saksikan.














Daftar pustaka


Al – Qur’anul karim, al-maidah ayat 1,

Abu bakr jabir al-jazarin, Ensikiopedi muslim minhajul muslim, darul falah

Sarwat, ahmad, fikih nikah, 2009, kampus syari’ah


[1] Al – Qur’anul karim, al-maidah ayat 1,
[2] Sarwat, ahmad, fikih nikah, 2009, kampus syari’ah, hal 11
[3] Abu bakr jabir al-jazarin, Ensikiopedi muslim minhajul muslim, darul falah, hal 21

makalah sastra populer

Daftar isi

Daftar isi.................................................................................................................................. 1
Pembahasan
A.    Pengertian sastra populer..................................................................................... 2
B.     Fungsi – fungsi sastra populer.............................................................................. 3
1.      Fungsi-Fungsi Komunikasi Bahasa.................................................................. 4
a.        Fungsi konatif ........................................................................................... 5
b.       Fungsi fatik................................................................................................ 7
c.        Fungsi referential, Fungsi puitik, Fungsi meta bahasa, Fungsi ekspresif... 8
Kesimpulan............................................................................................................................. 9
Daftar pustaka........................................................................................................................ 10



SASTRA POPULER
A.    PENGERTIAN SASTRA POPULER
Sastra populer adalah sastra yang populer pada masanya dan banyak pembacanya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Sastra populer tidak menampilkan permasalahn hidup secara intens. Sebab jika demikian, sastra populer akan menjai berat dan berubah menjadi sastra serius ( Nurgianto, 1981: 18 ). Sastra serius adalah sastra yang main-main ( kayam, 1981: 87 ) Selanjutnya ia mengatakan bahwa kebalikan dari sastra populer adalah sastra yang “sastra” yang tidak main-main. Pendefinisian bahwa sastra adalah sastra sungguh tidak mencerdaskan. Karena itu bukan definisi, hanya bentuk repetisi penegasan, yang celakanya justru malah mengaburkan, dibandingkan dengan fungsi definisi itu sendiri yaitu untuk menjelaskan secara terperinci. Jadi, dari pada kita memilih-milih dengan parameter yang tidak jelas, lebih baik kita menyepakati bahwa sastra serius dan sastra populer tak pernah ada. Dalam dunia karya sastra “Sastra Populer” dan “sastra serius” selalu menjadi bahan perbincangan yang ujung-ujungnya mentasbihkan bahwa “sastra serius”
Secara estetika dan nilai mempunyai maqam lebih tinggi dibanding dengan “sastra populer.” Dalam lajur dunia karya sastra susah ditemukan, atau bahkan tidak ada satuan karya yang 100 persen memperlihatkan orisinalitasnya. Selalu saja ada persamaannya dengan karya-karya sebelumnya. Banyak aspek yang dapat digunakan untuk menilai orisinalitas karya sastra. Pertama dilihat dari salah satu unsurnya yang membangun karya sastra yangbersangkutan; tema, latar, tokoh, alur (jika novel); bait, larik, diksi, atau majas (jika puisi) atau tokoh, tema, latar, alur, bentuk dialog atau petunjuk pemanggungan (jika drama). Kedua, dilihat dari cara penyajiannya; bagaimana pengarang menyampaikan kisahnya (nove), citranya (puisi) atau dialog petunjuk pemanggungan (drama).
Kriteria kompleksitas (kerumitan) berkaitan dengan beban yang disandang setiap unsur. Mengingat karya sastra tidak terlepas dari pesan/tema yang diusungnya, maka tidak jarang pula muncul tuntutan untuk melakukan penyelesaian atas tema bersangkutan. Dengan demikian, cara penyelesaiannya tidaklah gampang, tidak pula artifisial, dan muncul tidak sebatas yang tampak dipermukaan, jika penyelesaiannya dilaksanakan secara gampang, ia akan masuk kedalam apa yang disebut sebagai sastra populer. Diawal kemunculannya, para penulis muda dianggap sebabgai aktor-aktor yang akan merusak bahasa sekaligus budaya bangsa Indonesia. Kenalkan kita dengan idiom “gitu lho …”, “sumpeh lho ? , atau “ so what , gitu lhoh ?!”?. idiom ini seperti goyangan tubuh, terus mengikuti sampai manapun kita berjalan. Para penulis tersebut mendapat kritik tajam dari para ahli bahasa, apalagi kalau bukan masalah bahasa dan isi.
Mereka diangggap sebagai aktor-aktor yang akan merusak bahasa sekaligus budaya bangsa itu sendiri. Seperti “bacaaan liar,” sastra populer ditandai pula oleh penggunaan ragam bahasa tertentu yang dianggap tak standar, yang “menyimpang” dari kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Karena ragam bahasa yang diguanakannya itulah, sastra populer dianggap sebagai sastra yang tidak bermutu dan tidak bermasa depan, sedangkan sastra serius sebaliknya.
Menurut ario bimo kesalahan yang sering ditemui adalah mengenai kecermatn membedakan antara bahasa lisan dengan bahasa tulis. Pengarang bahasa populer kadang kala kurang memahami seperti penempatan titik dan koma kalimat. Menurutnya pengabaian terhadap tata bahasa, malah akn menghilangkan unsur-unsur penting dalam novel, tokoh, alur, tema, peneceritaan dan latar. Supaya kita mengerti betul engan pentistilahan sastra populer dengan sastra serius, ada baiknya jika kita mengutip beberapa pendapat. Menurut Umar Kayam (1981:82) sebutan novel populer atau novel pop. Mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila dan Cintaku di Kampus Biru pada tahun 70-an.
Sesudah itu novel hiburan tidak peduli mutunya, disebut juga novel pop. Kata pop erat diasosiasikan dengan kata populer, mungkin karena novel-novel itu sengaja ditulis untuk “selera populer” yang kemudian dikenal sebagai bacaan populer. Dan jadilah istilah “pop” itu sebagai istilah baru dalam dunia sastra. Sebagai kebalikan sastra populer itu adalah sastra yang “sastra”. “Sastra serius”, literature. Sastra serius, walau dapat juga berupa inovatif dan eksperimental, tak akan dapat menjelajah sesuatu yang mirip dengan “main-main” (Kayam. 1981: 85-87). Jika sebuah novel apapun pengkategoriannya, jika tidak digarap dengan optimal par pembaca akan enggan untuk membelinya. Ini membuktikan bahwa novel populer pun mempunyai mutu baik nilai maupun estetika.

B.     FUNGSI - FUNGSI SASTRA POPULER
1.      Fungsi-Fungsi Komunikasi Bahasa
Di dalam sastra populer mengandung beberapa unsur serta fungsinya. Jakobson (1972) mengatakan ada enam faktor yang terlibat dalam komunikasi kebahasaan, yaitu :
a.       Faktor  pesan (message)
Yang lebih baik disebut faktor pesan/wahana
b.      Faktor penerima pesan/wahana
c.       Faktor pengiriman pesan/wahana
d.      Faktor konteks terjadiny pengiriman dan penerimaan pesan / wahana
e.       Faktor kontak antara pengirim dan penerima
f.       Faktor kode
Yang digunakan untuk memproduksi pesa / wahana. Faktor pesan atau wahana adalah rangkaian bunyi atau huruf yang mengangkut pesan atau informasi yang ingin disampaikan. Faktor pengirim adalah subjek yang memproduksi da mengirimakan  pesan atau informasi itu dengan perantara wahana yang berupa rangkaian huruf atau bunyi. Faktor penerima adalah subjek yang menjadi tujuan atau alamat dari pesan atau wahana. Faktor konteks adalah segala sesuat yang ada di luar pengirim dan penerima serta di luar pesan atau wahana yang diacu oleh pesan atau wahana tersebut. Faktor kontak adalah saluran fisik atau hubungan psikologis yang memungkinkan terbangun atau terpeliharanya komunikasi antara pengirim dan penerima. Faktor kode adalah tata aturan atau tata bahasa yang relatif sama, dapat digunakan oleh pengirim dan penerima sehingga komunikasi antara kebudayaan dapat berjalan dan tidak menimbulkan salah paham.
Sesuai dengan faktor di atas, komunikasi bahasa mempunyai 6 (enam) fungsi, yaitu :
1.         Fungsi konatif
2.         Fungsi fatik
3.         Fungsi referential
4.         Fungsi puitik
5.         Fungsi meta bahasa
6.         Fungsi ekspresif
Fungsi ekspresif ditemukan dalam komunikasi bahasa yang memusatkan perhatian pada pengirim dengan tujuan  mengungkapkan sikap, perasaan, pikiran dari pengirim terhadap apa yang dikatakannya. Fungsi konatif merupakan komunikasi bahasa yang diarahkan pada penerima. Fungsi ini terutama ditemukan dalam kata-kata atau kalimat atau ungkapannya yang bersifat vokatif (panggilan) dan imperative (perintah) karena tujua dari bentuk-bentuk bahasa itu adalah untuk mempengaruhi penerima. Fungsi meta bahasa berkaitan dengan tata bahasa, kesamaan kode yang digunakan oleh pengirim dan penerima sewaktu berkomunikasi. Semua komunikasi menggunakan tata bahasa atau aturan yang relatif sama atar pihak yang berkomunikasi. Fungsi bahasa referential ditemukan dalam aktivitas dan hasil aktivitas bahasa yang memberikan tekanan pada objek-objek yang diacu oleh pesan atau wahan yang digunakan.
a.      Fungsi Konatif
Bila kita mendengarkan juru kampanyenya dari suatu partai tertentu dalam masa pemilu tertentu, apakah kira-kira tujuannya? Tentu saja tujuannya adalah agar para pendengar memalukan  sesuatu untuknya, mencoblos tanda gambar tertentu pada saat hari pemilihan. Nah, wancana yang menjalankan fungsi demikian dapat disebut wancana dengan fungsi konatif konatif.
Ada beberapa cara yang digunakan seseorang atau pengirim pesan / wancana agar apa yang dikirimkannya itu mendapat perhatian, membangkitkan usaha pemahaman, menimbulkan sikap atau tindakan dari penerima. Berikut ini adalah cara tersebut :
a.       Pengirim harus dapat dipercaya.
b.      Pesan/ wancana yang digunakan tesusun sedemikian rupa sehingga dapat membuat penerima terperangah untuk memperhatikannya.
c.       Segala yang disampaikan itu memang dapat dibuktikan oleh orang banyak, dapat dengan mudah ditemukannya buktinya dalam kehidupan sehari-hari, dapat dialami dan bahkan mungkin sudah dialami dan dirasakan oleh banyak orang, termasuk penerima.

Sastra populer tidak hanya mengandung fungsi fatik, melainkan juga fungsi konatif. Penempatan data pribadi dan daftar prestasi pengarang karya sastra populer di sampul bagian belakang karyanya, misalnya merupakan contoh untuk membuat penerima percaya. Informasi berupa foto Hilman yang tampak muda dan ganteng itu merupakan contoh dari usaha penanaman kepercayaan melalui membangun kesan keakraban pengirim dengan penerimanya yang juga muda dan (berharap dan mengidolakan pemuda) ganteng.
Informasi mengenai prestasi Hilman merupakan contoh dari identitas dirinya baai seorang pengarang yang memang amat ahli, amat berpengetahuan, amat terampil dalam bidangnya, yakni karang-mengarang sastra populer. Hampir semua pengarang memuat informasi tentang prestasinya ini, misalnya dalam bentuk informasi tentang jumlah karya yang sudah dihasilkannya, hadiah yang diperoleh media besar yang sudah memuatnya, jumlah ekslempar dari seluruh buku yang beredar di pasaran. Pengulangan adegan-adegan yang mempunyai bentuk dan makna kurang lebih sama. Untuk membuat pembaca bersikap antipasti terhadap kebiasaan, cara hidup, dan pandangan hidup tertentu, pengarangan akan cenderung mengulang-ulang adegan atau peristiwa yang menunjukkan hal itu.
Terkait erat dengan sifat imajinatif karya sastra termasuk sastra populer, sebenarnya menyampaikan suatu pandngan mengenai kehidupan, dapat mengatakan secara konseptual saja, dengan cara memberikan pengertian-pengertian. Akan tetapi di dalam karya sastra, termasuk sastra populer, pengertian-pengertian saja tidak cukup. Pengertian itu harus dibuktikan agar memperoleh perhatian. Inilah operasi analisasi dari apa yang dinamakan sebagai konatif itu.
b.      Fungsi Fatik
Sastra populer harus membangun rasa keakraban dalam diri pembacanya, harus menempatkan pengarang, penyair, pengirim dan bahkan pesan atau wahana karya, sebagai bagian kehidupan keseharian para pembaca itu. Dalam karya sastra populer sendiri, fungsi fatik yang demikian sebenarnya tentang cirri sudut pandang dan gaya bahasa sastra populer.
 Fungsi Fatik :
a.       Narrator mewakili pengirim tidak berpura-pura bahwa cerita ada dengan sendirinya, melainkan menghadirkan pula dirinya sebagai pencerita. Dengan demikian, ia hadir di hadapan pembaca, mengajak pembaca bicara.
b.      Narrator menertawakan dirinya sendiri seolah-olah malu pada pembacanya. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pembaca hadir dekat narrator, ikut member reaksi terhadap cerita dan cara bercerita narrator itu.
·         Dari segi gaya bahasanya, fungsi fatik itu memperlihatkan diri dalam dua bentuk :
a.    Dalam bentuk bahasa sehari-hari yang penuh dengan ungkapan dan idiom yang biasa digunakan di kalangan lingkungan yang  diidolakan oleh pembaca itu.
b.    Terjadi pencampuran, kesamaan, antara gaya bahasa yang digunakan oleh narrator untuk menceritakan tokoh-tokoh ceritanya beserta berbagai tempat dan peristiwa tempat tokoh-tokoh itu hidup dengan gaya bahasa tokoh-tokoh itu sendiri.
Dari segi plot cerita, juga kuatnya fungs fatik tersebut, sastra populer sering kali melantur, tidak terfokus pada satu masalah tertentu, melainkan dapat berkembang jauh ke masalah yang ada di luar masalah utama. Dalam sastra populer apa yang diceritakan, persoalan apa yang dibahas, kesimpulan apa yang dapt ditarik secara ketat, tidaklah begitu penting. Yang penting adalah ngobrolnya, percakapannya. Selain melalui sudut pandang, gaya bahasa, dan alur, fungsi tatik ini dapat pula dilihat dari nsur-unsur sastra populer yang lain seperti unsure tokoh, unsure latar dan unsure masalah dan tema. Tokoh-tokoh dalam sastra populer selalu merupakan tokoh-tokoh yang sama, mewakili dekat dan terkait langsung dengan lingkungan pembacanya.



c.       Fungsi referensial,Puitik,Meta bahasa,dan Ekspresif
Keterikatan pertama dari karya sastra populer dengan kenyataan luar itu terlihat dari penggunaan bahasanya.Bahasa kaya sastra bukanlah bahasa yang sepenuhnya hasil ciptaan pengarang sendiri,bahasa itu sebagian besar adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada umunya. Dalam kasus karya sastra populer,kecenderungan referensial serupa itu tampak lebih menyolok daripada sastra non populer,sesuai dengan usahanya mendekati kehidupan.
Berbeda dari sastra non populer yang kadang-kadang menampilkan kehidupan dunia yang ‘aneh’,sastra populer selalu bercerita tentang kehidupan yang banyak persamaanya dengan kehidupan nyata. Namun sastra populer dan non populer,itu sendiri cenderung tidak menginginkantimbulnya kesan bahwa dunia yang digambarkan di dalam cerita seperti di dalam cerita Olga dan TV swasta,dinyatakan secara eksplisit bahwa apa yang tergambar dalam novel itu hanya khayalan. Dihadapkan dengan kenyataan itu dalam sastra populer yang menjadi penting tidak selalu fungsi referensial,melainkan fungsi penataan bahan-bahan yang mengcu pada kenyataan itu.
Soal yang menyangkut komposisi atau penataan ini dapat dimasukan ke dalam fungsi puitik ini adalah kecenderungan wacana sastra untukmenarik perhatian pembaca khusus pada daktor pesan.Karena menyangkut penampakan penataan dan pengorganisasian bahan-bahan yang bersifat referensial pertanyaan utama dari fungsi puitik sastra populer ini menyangkut kesatuan wacana.Seperti novel Olga dan TV swasta yang bermain-main diantara kode-kode tersebut (plesetan).Plesetan merupakan salah satu jenis asas estetika terpenting dari sastra populer,terutama termasuk dalam jenis sastra populer untuk remaja.
Tentu saja sastra populer tidak hanyta terdiri dari sastra remaja.Disamping itu banyak jenis sastra populer yang lain dengan fungsi puitiknya sendiri-sendiri,ada sastra populer untuk wanita dewasa,pria dewasa,ada juga yang bersifat petualangan,detektif,spionase,horror,dll. Semua itu mempunyai fungsi puitiknya sendir-sendiri yang akan dibicarakan secara lebih terperinci dalam modul berikutnya,meskipun demikian,semuanya nasih tergolong bersifat umum.

KESIMPULAN

Sastra populer memiliki fungsi sebagai sistem kominikasi bahasa karena dalam sastra bertujuan untuk mengkomunikasikan idea atau gagasan dari seorang penulis. Funsi kanotif yaitu penetapan data pengarang agar para pembaca yakin dengan pristasi pengarang dan tidak meragukan hasil dari karyanya Fungsi fatik dalam sastra populer terlihat dari sudut pandang, gaya bahasa, alur ataupun ansur tokoh, untur latar, unsur masalah dan tema. Fungsi fatik dalam sastra populer berfungsi untuk membangun interaksi dan kebersamaan antara si penulis dan pembaca, sehingga karya sastra tersebut seolah-olah menyatu dengan pembacanya.


  
DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, Herman J, 2011. Teori dan Sastra popular. Jakarta : Erlangga

Yudiono K.S. 2007. pengantar sejarah Sastra Indonesia. yogyakarta